BPJS Defisit Rp 20 Triliun: Saatnya Sistem Kesehatan Islam Jadi Solusi?
Masalah kesehatan di Indonesia kembali menjadi sorotan dengan ancaman defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang mencapai Rp 20 triliun pada tahun ini. Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron, mengungkapkan bahwa kenaikan iuran hingga 10% pun tidak cukup untuk menutupi defisit ini. Beban jaminan kesehatan jauh melampaui penerimaan iuran, sementara utilitas pelayanan meningkat drastis dari 252 ribu kunjungan per hari menjadi 1,7 juta kunjungan per hari.
Masalah ini mencerminkan ketidakseimbangan dalam sistem kesehatan nasional, dari tingginya biaya layanan hingga minimnya tenaga kesehatan. Meski solusi seperti kenaikan iuran direncanakan, banyak pihak menilai langkah tersebut hanya akan membebani rakyat tanpa menyelesaikan akar permasalahan. Dalam sistem kapitalisme yang mendasari pengelolaan kesehatan saat ini, kesehatan cenderung dipandang sebagai komoditas bisnis, bukan kebutuhan dasar yang harus dijamin negara.
Kapitalisasi Kesehatan: Akar Masalah
Paradigma kapitalisme telah menjadikan sektor kesehatan sebagai ladang bisnis, di mana keuntungan menjadi prioritas utama. Harga obat yang mencapai lima kali lipat dari Malaysia dan mahalnya pendidikan tenaga kesehatan adalah beberapa contoh dampak buruk sistem ini. Ditambah lagi, distribusi dokter yang tidak merata menyebabkan ketimpangan akses layanan kesehatan di wilayah perkotaan dan perdesaan.
Dalam sistem kapitalisme, negara hanya berperan sebagai fasilitator, menyerahkan pembiayaan kesehatan kepada rakyat melalui iuran BPJS. Akibatnya, rakyat kecil sering kali tidak mampu mengakses layanan kesehatan yang berkualitas.
Islam: Solusi Kesehatan yang Terlupakan
Sebaliknya, Islam memiliki paradigma yang berbeda dalam memandang kesehatan. Dalam ajaran Islam, kesehatan adalah kebutuhan dasar yang harus dijamin oleh negara, bukan komoditas yang diperjualbelikan. Selama ini, sebagian besar masyarakat memandang solusi kesehatan dalam Islam hanya terbatas pada praktik herbal seperti bekam, ruqyah, atau pengobatan tradisional lainnya. Padahal, Islam menawarkan pendekatan yang jauh lebih sistemik: kesehatan adalah hak dasar yang menjadi tanggung jawab penuh negara.
Rasulullah SAW bersabda, “Setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya.” (HR Bukhari). Hal ini menunjukkan bahwa pemimpin memiliki kewajiban untuk menyediakan layanan kesehatan secara gratis dan merata bagi semua lapisan masyarakat.
Layanan Kesehatan dalam Sistem Islam
Pada masa peradaban Islam, layanan kesehatan gratis sudah menjadi bagian dari tanggung jawab negara. Contohnya adalah pembangunan bimaristan (rumah sakit) yang menyediakan layanan kesehatan berkualitas tanpa memandang status sosial, agama, atau ras pasien.
Negara dalam sistem Islam memastikan hal-hal berikut:
Tenaga Kesehatan yang Memadai dan Merata
Pendidikan tenaga kesehatan, termasuk dokter dan perawat, disediakan secara gratis sehingga jumlah tenaga kesehatan mencukupi dan distribusinya merata hingga pelosok.
Fasilitas Kesehatan yang Lengkap dan Berkualitas
Negara menyediakan fasilitas kesehatan yang mencakup semua tingkatan layanan, dari primer hingga tersier, dilengkapi dengan alat medis modern dan obat-obatan yang diproduksi secara mandiri.
Pendanaan dari Baitulmal
Sumber dana CVTOGEL untuk layanan kesehatan berasal dari hasil pengelolaan sumber daya alam yang merupakan milik umum, seperti hutan, tambang, dan laut. Hasil ini dikelola sesuai syariat dan digunakan untuk kebutuhan rakyat, termasuk kesehatan.
Upaya Preventif dan Edukasi Kesehatan
Negara juga aktif dalam upaya pencegahan penyakit melalui edukasi tentang gaya hidup sehat, penyediaan lingkungan bersih, dan distribusi makanan sehat.
Menimbang Kembali Sistem Kesehatan Indonesia
Sistem kesehatan berbasis Islam telah terbukti memberikan solusi holistik. Dalam sejarah, bimaristan seperti Al-Mansouri di Mesir bahkan menyediakan layanan tambahan berupa motivasi kepada pasien, memastikan mereka pulang dalam keadaan sehat secara fisik dan mental. Semua ini dilakukan tanpa membebani rakyat dengan biaya.
Penerapan sistem kesehatan seperti ini memerlukan perubahan paradigma besar, yaitu beralih dari kapitalisme menuju tata kelola yang menempatkan kesejahteraan rakyat sebagai prioritas utama. Jika paradigma Islam diterapkan, rakyat Indonesia dapat menikmati layanan kesehatan yang gratis, berkualitas, dan merata.