AMAN harapkan rencana strategis pemerintah penuhi hak masyarakat adat

Jakarta – Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) berharap pemerintah akan menyusun rencana strategis terkait hak-hak masyarakat adat untuk beberapa tahun mendatang.
Deputi II Sekjen AMAN Erasmus Cahyadi mengatakan bahwa kami mengharapkan pemerintah yang baru membuat rencana strategis untuk lima tahun mendatang, dalam konferensi pers sebelum pelaksanaan Asia Land Forum 2025 yang diselenggarakan secara daring dari Jakarta pada hari Jumat.
Pelan ini mencakup perencanaan strategis terkait pemenuhan hak-hak masyarakat adat, seperti pengakuan wilayah adat. Melaksanakan hal tersebut sesuai dengan prinsip AstaCita yang dijalankan oleh pemerintah baru, termasuk dalam upaya pemenuhan hak asasi manusia.
Mengenai hal tersebut, dia berharap agar perwakilan pemerintah, termasuk Kementerian Kehutanan (Kemenhut) dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, hadir di Asia Land Forum yang akan diselenggarakan pada tanggal 17-21 Februari 2025, guna memastikan keselarasan dalam pemahaman mengenai isu agraria, termasuk yang berkaitan dengan masyarakat adat. Epictoto
Menyadari masih terjadi konflik agraria di wilayah yang dianggapnya sebagai wilayah adat, langkah itu dianggap penting.
Selama periode 2014-2024, AMAN mencatat bahwa terdapat 687 konflik agraria di wilayah adat yang melibatkan lahan seluas 11,07 juta hektare. Sebanyak 925 anggota masyarakat adat mengalami kriminalisasi.
Dewi Kartika, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), juga mengatakan bahwa Asia Land Forum 2025 akan dihadiri oleh 500 perwakilan organisasi masyarakat sipil dan internasional dari 15 negara di Asia. Acara ini menjadi kesempatan untuk bersama-sama membahas cara mengatur ulang sistem agraria dan pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan.
Tanpa perencanaan agraria yang adil, pembangunan dapat merugikan kelompok rentan seperti petani, masyarakat adat, dan kelompok lainnya.
“Isu mengenai hak atas tanah sangat penting, karena penting dan relevan untuk membahas bagaimana memastikan keberadaan kepastian hukum dalam hal hak atas tanah bagi kelompok-kelompok yang selama ini terpinggirkan dalam struktur agraria, seperti petani, masyarakat adat, dan nelayan,” ungkap Dewi Kartika.